Jumat, 06 Desember 2024

Tikus Berdasi: Antara Mitologi dan Realitas

 Tikus Berdasi: Antara Mitologi dan Realitas

 


Tikus berdasi, makhluk yang seringkali muncul dalam cerita rakyat dan legenda, telah menjadi simbol misteri dan ketakutan bagi banyak orang. Namun, apakah tikus berdasi benar-benar ada? Atau hanya sekadar mitos yang terlahir dari imajinasi manusia?

 

Mitologi Tikus Berdasi:

 

Dalam berbagai budaya, tikus berdasi digambarkan sebagai makhluk licik, cerdas, dan bahkan jahat. Mereka seringkali dikaitkan dengan dunia bawah tanah, tempat mereka bersembunyi dan merencanakan kejahatan.

 



Di beberapa cerita rakyat, tikus berdasi digambarkan sebagai pemimpin dari kelompok tikus, yang mengatur dan mengendalikan berbagai kegiatan ilegal, seperti pencurian dan sabotase. Mereka juga seringkali dikaitkan dengan kekuatan supranatural, mampu melakukan sihir dan manipulasi.

 

Realitas Tikus Berdasi:

 

Namun, dalam realitas, tikus berdasi hanyalah sebuah mitos. Tikus tidak memiliki kemampuan untuk memakai dasi, dan tidak ada bukti ilmiah yang mendukung keberadaan tikus berdasi sebagai spesies atau makhluk supranatural.

 

Mengapa Mitos Tikus Berdasi Bertahan?

 

Mitos tikus berdasi mungkin terlahir dari ketakutan manusia terhadap tikus, yang seringkali dianggap sebagai hama dan pembawa penyakit. Penampilan tikus yang kecil dan licin, serta kemampuan mereka untuk bersembunyi di tempat-tempat gelap, mungkin telah memicu imajinasi manusia untuk menciptakan sosok tikus berdasi yang jahat dan misterius.

 

Simbolisme Tikus Berdasi:

 

Meskipun tidak nyata, tikus berdasi telah menjadi simbol yang kuat dalam budaya populer. Mereka seringkali digunakan untuk menggambarkan kejahatan, kecerdasan, dan manipulasi. Dalam film, buku, dan permainan, tikus berdasi seringkali berperan sebagai antagonis yang licik dan berbahaya.

 

Kesimpulan:


 

Tikus berdasi mungkin hanya sebuah mitos, tetapi mereka telah menjadi bagian penting dari budaya dan sejarah manusia. Mereka mengingatkan kita tentang ketakutan, imajinasi, dan kemampuan manusia untuk menciptakan cerita-cerita yang

menarik dan menakutkan.

Rabu, 24 Juli 2019

Ada Apa Dengan UBAN?





UBAN.....

Al Baihaqi membawakan sebuah pasal dengan judul “larangan mencabut uban”. Lalu di dalamnya beliau membawakan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الشيب نور المؤمن لا يشيب رجل شيبة في الإسلام إلا كانت له بكل شيبة حسنة و رفع بها درجة
.
“Uban adalah cahaya bagi seorang mukmin. Tidaklah seseorang beruban –walaupun sehelai- dalam Islam melainkan setiap ubannya akan dihitung sebagai suatu kebaikan dan akan meninggikan derajatnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
.
Muhammad bin Hibban At Tamimi rahimahullah -yang lebih dikenal dengan Ibnu Hibban- dalam kitab Shahihnya menyebutkan pembahasan “Hadits yang menceritakan bahwa Allah akan mencatat kebaikan dan menghapuskan kesalahan serta akan meninggikan derajat seorang muslim karena uban yang dia jaga di dunia.” Lalu Ibnu Hibban membawakan hadits berikut.
.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تنتفوا الشيب فإنه نور يوم القيامة ومن شاب شيبة في الإسلام كتب له بها حسنة وحط عنه بها خطيئة ورفع له بها درجة
.
“Janganlah mencabut uban karena uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. Siapa saja yang beruban dalam Islam walaupun sehelai, maka dengan uban itu akan dicatat baginya satu kebaikan, dengan uban itu akan dihapuskan satu kesalahan, juga dengannya akan ditinggikan satu derajat.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Uban Tidak Boleh Dicabut
.
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيبُ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ إِلَّا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
.
“Janganlah mencabut uban. Tidaklah seorang muslim yang beruban dalam Islam walaupun sehelai, melainkan uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat nanti.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shagir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
.
FOLLOW 👉 Mulia Diatas Sunnah

Selasa, 23 Juli 2019

BAGAIMANA HUKUM WUDHU ORANG YANG MEMAKAI KOSMETIK(MAKE-UP) ??



➖➖➖➖➖➖➖➖

Tidak semua Kosmetik itu  syah untuk berwudlu dan tak semua kosmetik itu tidak syah untuk berwudlu, Maka kosmetik disini di bagi menjadi dua :
.
1⃣ Kosmetik yang mencegah masuknya air ke dalam kulit karna mengandung zat minyak seperti waterproof yang biasanya ada pada foundation , eye liner , bedak , maskara , lipstik dll maka sebelum berwudhu Ia harus menghilangkanya /membasuhnya terlebih dahulu. Karena jika tidak di hilangkan bisa mencegah sampainya air ke anggota wudlu maka wudlunya pun tidak syah.
.
2⃣ Kosmetik yang tidak mencegah masuknya air ke dalam kulit maka boleh saja langsung berwudhu.
.
Kemudian siapakah yang tahu bahwa kosmetik tersebut menghalangi sampainya air ke kulit ?
Yah tentu yang tahu adalah wanita yang memakai kosmetik itu sendiri yang mengetahui mana yg mencegah air ke kulit atau tidaknya, Jika Ia tidak tahu maka hendaknya ia bertanya pada ahlinya seperti dokter dan sebagainya.
.
Maka.. Untukmu wanita, Teliti dari bahan apakah kosmetikmu.. !!!

Oleh : Akbari Mistar
Mukalla - Yaman

ADAB / TATA CARA MEMOTONG KUKU DALAM ISLAM



Mungkin diantara kita ketika memotong kuku suka asal-asalan mulai dari tangan kiri atau tangan kanan. Walaupun terlihat hanya perkara kecil namun kadang-kadang ini adalah perkara besar. Dalam beberapa hukum islam, kuku tidak seharusnya diabaikan oleh umat Islam. Misalnya ketika seorang umat dalam keadaan ihram haji / umrah didenda membayar dam karena memotong kukunya.

Demikian juga kuku bisa menyebabkan tidak sah wudhu ataupun mandi junub, jika air tidak sampai ke kuku. Yang berhubungan dengan kuku dari segi hukum, hikmah memotong kuku, memanjangkan, mewarnai kuku akan dibahas kali ini.

1. Hukum dan Hikmah Memotong kuku

Memotong kuku adalah amalan sunah. Sebagaimana disebutkan dalam hadist dari Aisyah RA “Sepuluh perkara yang termasuk dalam fitrah (sunnah) : memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, memasukkan air ke hidung, memotong kuku, membasuh sendi-sendi, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu ari-ari, bersuci dengan air.
Berkata Zakaria ‘berkata Mus’ab’, aku lupa yang kesepuluh kecuali berkumur”. Sekali lagi ini adalah bentuk menghilangkan segala kotoran yang melekat dicelah kuku, apalagi jika kuku dibiarkan panjang.

Penelitian-penelitian kedokteran mengungkapkan kepada kita bahwa kuku yang panjang dapat mengundang penyakit, karena jutaan kuman akan bersarang di bawahnya. Penemuan ini menjelaskan kepada manusia sebagian hikmah di balik hadits Rasulullah Saw, yaitu hadits tentang sunnah-sunnah fithrah yang diwasiatkan oleh Nabi kepada manusia. Hadits ini adalah pondasi kebersihan individu.

2. Cara dan Benda untuk Memotong Kuku

Menurut Imam An-Nawawi, sunnah memotong kuku bermula dari jari tangan kanan yaitu :

Pada kuku tangan :
1.   Mulai dari Jari Telunjuk tangan kanan
2.   Jari Tengah tangan kanan
3.   Jari Manis tangan kanan
4.   Jari Kelingking tangan kanan (Tinggalkan Ibu Jari tangan kanan)
5.   Jari Kelingking tangan kiri
6.   Jari Manis tangan kiri
7.   Jari Tengah tangan kiri
8.   Jari Telunjuk tangan kiri
9.   Ibu Jari tangan kiri
10. Ibu Jari tangan kanan

Pada kuku Kaki :
Mulai dari kanan, penghabisan sebelah kiri yaitu kelingking kiri. Mulai dari kelingking Kanan dan bergerak ke jari-jari lain di sebelah kiri jari kelingking kanan (cara terus, straight – cara “highway”).

Sebaiknya memulai potong kuku dengan membaca Bismillah dan selawat Nabi. Sementara alat memotong kuku dapat menggunakan gunting, pisau atau benda khusus yang tidak menyebabkan mudharat pada kuku atau jari seperti alat pemotong kuku.

Setelah selesai memotong kuku, sebaiknya segera membasuh tangan dengan air. Ini karena jika seseorang itu menggaruk anggota badan, dikhawatirkan akan menyebabkan penyakit kusta.
Menurut kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah dalam Mahzab Hanafi bahwa makruh memotong kuku dengan menggunakan gigi juga dapat menyebabkan penyakit kusta.

3. Waktu memotong kuku

Sebagaimana diriwayatkan daripada Annas bin Malik : “Telah ditetukan waktu kepada kami memotong kumis, kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu ari-ari agar kami tidak membiarkannya lebih dari pada 40 malam”. Adapun menurut Imam asy-Syafi’e dan ulama-ulama asy-syafi’eyah, sunnah memotong kuku itu sebelum mengerjakan sholat ju’mat sebagaimana disunahkan untuk mandi, bersiwak, memakai wewangian, berpakaian rapi sebelum pergi ke masjid untuk mengerjakan sholat jum’at. (hadis riwayat muslim).

Dalam hadist yang lain, Rasulullah S.A.W. bersabda yang artinya :
Barang siapa yang mandi pada hari Jumaat, bersugi (bersiwak), berwangi-wangian jika memilikinya dan memakai pakaian yang terbaik, kemudian keluar rumah hingga sampai ke masjid, dia tidak melangkahi orang yang sudah bersaf, kemudian mengerjakan sembahyang apa saja (sembahyang sunat), dia diam ketika imam keluar (berkhutbah) dan tidak berkata-kata hingga selesai mengerjakan sembahyang, maka jadilah penebus dosa antara Jumaat itu dan Jumaat sebelumnya”.
(Riwayat Ahmad).

Berkata Abu Hurairah R.A. bahwa “Nabi Muhammad S.A.W. memotong kuku dan menggunting misai pada hari Jumaat sebelum baginda keluar untuk bersembahyang”. (Riwayat al-Bazzar dan al-Tabrani).

Rasulullah bersabda jika menggunting kuku pada :
- Hari Minggu   : niscaya keluar kekayaan dan masuknya kemiskinan
- Hari Senin      : niscaya akan keluarnya gila dan masuknya sehat
- Hari Selasa     : niscaya keluar daripadanya sehat dan masuknya penyakit
- Hari Rabu      : niscaya keluar kekayaan dan masuknya kemiskinan.

Di dalam kitab Hasyiyah Bajuri ‘ala Ibn Qasim Al Ghuzzi diterangkan :

1. Memotong kuku hari Sabtu menimbulkan  penyakit yang menggerogoti tubuh.
2. Hari Ahad menyebabkan hilangnya berkah.
3. Hari Senin menjadi orang alim lagi fadhil (pintar dan utama).
4. Hari Selasa menyebabkan kebinasaan.
5. Hari Rabu menyebabkan buruk akhlak.
6. Hari Kamis mendatangkan kekayaan.
7. Hari Jum'at menambah ilmu dan sifat santun.

Waktu baik untuk memotong kuku : Senin, Kamis, Jumat. Karena yang sering digunakan untuk ibadah sunnah adalah hari-hari itu.

4. Menanam potongan kuku

Sebagaimana disebutkan dalam kitab Fath al- Bari, bahwa Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘anhu menanam potongan kuku.

5. Memotong kuku ketika Haid, Nifas, dan Junub

Menurut kitab Al-Ihya, jika seseorang dalam keadaan junub atau berhadas besar, janganlah dia memotong kuku, janganlah dia memotong rambut atau memotong sesuatu apapun yang jelas dari badannya sebelum dia mandi junub. Karena segala potongan itu diakhirat kelak akan kembali padanya dengan keadaan junub.

6. Memanjangkan kuku dan mewarnainya

Tabiat memanjangkan kuku dan membiarkannya tanpa dipotong adalah perbuatan yang bertentangan dengan sunnah Nabi Muhammad SAW, karena beliau menganjurkan supaya memotong kuku. Jika dibiarkan kuku itu akan panjang, niscaya akan banyak perkara-perkara yang membabitkan hukum seperti wudhu, mandi wajib, dan lain sebagainya.

Adapun dalam hal mewarnai kuku, perempuan yang bersuami adalah haram hukumnya untuk mewarnai kuku jika suaminya tidak mengijinkan. Sementara perempuan yang tidak bersuami haram pula hukumnya mewarnai kuku. Demikian juga jika pewarna itu diperbuat dari benda najis karena akan menghalangi masuknya air saat berwudhu ataupun saat mandi besar. Walllahu’alam

Dari Sisi Mana Selayaknya Ketika Memulai Memotong Kuku?

Memotong kuku termasuk diantara sunnah fitrah. Sebagaimana hadits shoheh yang menunjukkan akan hal itu. Dianjurkan dimulai dari sisi kanan. Sebagaimana telah ada ketetapan dalam shoheh Bukhori (163) dari Aisyah radhiallahu’anha berkata,

( كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ )

“Biasanya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menyenangi kanan dalam memakai sandal, menyisir, bersuci dan dalam seluruh urusannya.”

Nawawi rahimahullah dalam ‘Al-Majmu’ (1/339) mengomentari, “Memotong kuku termasuk sesuatu yang disepakati merupakan sunnah. Baik lelaki maupun perempuan. Dua tangan dan dua kaki, dianjurkan memulai dari tangan kanan kemudian tangan kiri. Kemudian kaki kanan dan kaki kiri.”

Beliau rahimahullah juga mengatakan dalam ‘Syarkh Shoheh Muslim, (3/149) : “Dianjurkan memulai dari kedua tangan sebelum kedua kaki. Dimulai dengan jari telunjuk kanan, jari tengah, jari manis, kelingking dan ibu jari. Kemudian ke kiri dimulai dari kelingking, jari manis, sampai akhir. Kemudian ke kaki kanan, dimulai dari kelingking dan diakhiri dengan kelingking kiri. Wallahu’alam.”

Dalam madzhab Hambali disebutkan aturan lain diantara jemari ketika memotong kuku. Dimana hal ini tidak ada sama sekali (hadits) shoheh dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam.
Al-Iroqi rahimahullah dalam ‘Torhu At-Tatsrib, (2/77) mengatakan, “Tidak ada ketetapan (hadits shoheh) tentang cara memotong kuku yang dapat diamalkan.”

Ibnu Hajar rahimahullah dalam ‘Fathul Bari, (10/345) mengatakan, “Tidak ada ketetapan (hadits shoheh) satupun dalam urutan jemari ketika memotong kuku. Kemudian beliau melanjutkan, “Ibnu Daqiqul Ied mengingkari cara yang disebutkan oleh Al-Gozali dan orang yang mengikutinya. Dengan mengatakan, “Semua itu tidak ada asalnya. Dan anjuran sunah itu tidak ada dalilnya. Hal itu jelek menurut sebagian orang alim, kalau sekiranya ada yang menghayal bahwa dimulai dari telunjuk karena kemulyaan, maka cara lainnya tidak dapat terbayangkan seperti itu. Ya, memulai dengan kanan dari kedua tangan dan kanan dari kedua kaki itu memang ada asalnya yaitu hadits (Beliau sallallahu’alaihi wa sallam menyukai dari kanan).” Wallahu’alam.

ADAKAH SUNNAH-SUNNAH DALAM MEMOTONG KUKU ?

Memotong kuku juga bagian dari sunnah Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Yaitu kuku yang melebihi ujung jari, karena dapat menyimpan kotoran yang menjijikkan dibawahnya, dan bahkan bisa menghalangi masuknya air tatkala berwudhu’ atau mandi.

• Waktunya ?

Tidak ada ketentuan hari atau waktu tertentu yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam untuk memotong kuku. Semua hadits yang menceritakan tentang perbuatan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam atau perintah beliau untuk memotong kuku pada hari atau waktu tertentu adalah lemah (dho’if).
Diantaranya hadits yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radliyallahu ‘anhu bahwa ia melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memotong kukunya pada hari kamis, kemudian beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan Ali radliyallahu ‘anhu agar memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur habis rambut kemaluan pada hari kamis. Hadits ini lemah (dho’if) sebagaimana diterangkan oleh Al-Imam Az-Zubaidi, Al-Khatib Al-Baghdadi, dan Adz-Dzahabi. Lihat penjelasan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Adh-Dha’ifah no. 3239.

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (10/346) menjelaskan, “Dan tidak ada juga hadits (yang shahih) tentang sunnahnya memotong kuku pada hari kamis.” Demikian pula hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam senang memotong kukunya pada hari jum’at, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Al-Baihaqi dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dan Ja’far Al-Baqir. Hadits tersebut juga lemah sebagaimana diterangkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (10/346). Atas dasar ini, tidak ada keterangan hari tertentu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam yang shahih untuk memotong kuku. Semakin sering seseorang membersihkannya, itulah yang utama.

• Mencuci Ujung Jemari Setelahnya ?

Demikian pula halnya dengan mencuci ujung jemari setelah memotong kuku, tidak ada keterangan yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Hanya saja sebagian ulama’ menyarankan bagi orang yang telah memotong kuku agar membilasnya dengan air. Dengan alasan bahwa seseorang yang memotong kukunya kemudian menggaruk badannya dengan kuku tersebut sebelum dicuci dapat berakibat tidak baik.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Dan disukai mencuci ujung jemari setelah memotong kuku. Karena ada yang mengatakan, bahwa menggaruk badan dengan kuku (yang baru dipotong) sebelum di cuci, dapat berdampak negatif.” (Al-Mughni 1/100)

Asy-Syaikh Abu Hasyim rahimahullah mengomentari pendapat di atas, “Mungkin saja hal itu berdasarkan pengalaman yang mereka alami.” (Syarhu Khishalil Fithrah hal. 10)

• Tata caranya

Diutamakan mendahulukan tangan atau kakinya yang kanan. ‘Aisyah radliyallahu ‘anha mengabarkan,

((كَانَ النَّبِىُّ ` يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُوْرِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ))

“Dahulu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam senang mendahulukan sisi yang kanan dalam memakai sandal, bersisir, bersuci, dan dalam semua urusannya (yang baik).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Adapun perincian yang disebutkan sebagian ulama’, bahwa ketika memotong kuku dimulai dari jari kelingking sebelah kanan, jari tengah, ibu jari, jari manis, kemudian jari telunjuk. Setelah itu ibu jari sebelah kiri, jari tengah, kelingking, telunjuk, kemudian jari manis.

Atau, dimulai dari jari telunjuk sebelah kanan, lalu jari tengah, jari manis, kelingking, kemudian ibu jari. Setelah itu kelingking sebelah kiri, jari manis, sampai terakhir. (lihat Al-Mughni 1/100 dan Al-Minhaj 3/149) Semua itu tidak ada keterangannya dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, “Dan tidak ada satu pun hadits yang shahih tentang urutan jemari ketika memotong kuku.” (Fathul Bari 10/345)

Begitu pula tidak ada keterangan yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mendahulukan tangan sebelum kaki. Ibnu Daqiqil ‘Ied rahimahullah mengatakan, “Orang-orang yang berpendapat sunnahnya mendahulukan tangan atas kaki ketika memotong (kuku) butuh (mendatangkan) dalil (untuk menguatkan pendapatnya tersebut, pen). Karena hadits-hadits yang ada tidak menunjukkan hal itu.” (Fathul Bari 10/345)

Sebagai kesimpulan, Al-Imam Syamsuddin As-Sakhawi rahimahullah mengatakan, “Tidak ada (hadits yang shahih) tentang tata cara memotong kuku atau penentuan harinya dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.” (Al-Maqashidul Hasanah hal. 489)

• Berwudhu Setelahnya ?

Al-Imam Mujahid, Al-Hakam bin ‘Utbah, dan Hammad rahimahumullah berkata, “Barangsiapa memotong kukunya atau memendekkan kumisnya maka wajib atasnya berwudhu’.” (Fathul Bari 1/281) Pendapat mereka ini dikomentari oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, kata beliau, “Pendapat mayoritas ulama’ menyelisihi mereka. Dan kami tidak mengetahui mereka memiliki hujjah (dalil) atas pendapatnya itu. Wallahu subhanahu wa ta’ala a’lam.” (Al-Mughni 1/227)

• Memendam Potongan Kuku

Sebagian ulama salaf, seperti Abdullah bin ‘Umar radliyallahu ‘anhuma, Muhammad bin Sirin, Ahmad bin Hanbal rahimahullah, dan selain mereka menyukai memendam potongan kuku atau rambut. Muhannan rahimahullah berkata, “Aku bertanya kepada Ahmad bin Hanbal rahimahullah tentang seseorang yang memotong rambut dan kukunya, apakah (potongan rambut dan kukunya itu) dipendam ataukah dibuang begitu saja?” beliau menjawab, “Dipendam”, aku bertanya lagi, “Apakah sampai kepadamu dalil tentang hal ini?” Imam Ahmad menjawab, “Ibnu ‘Umar memendamnya.”
Oleh karena itu, boleh bagi seseorang memendam potongan rambut dan kuku-kukunya, terlebih jika dikhawatirkan akan dijadikan permainan oleh para tukang sihir. Dengan catatan jangan sampai meyakininya sebagai sunnah, karena tidak ada dalil yang shahih tentang hal itu. Dalam memotong kuku boleh meminta bantuan orang lain. Terlebih, bila seseorang tidak bisa memotong kuku kanannya dengan baik. Karena kebanyakan orang tidak dapat menggunakan tangan kirinya dengan baik untuk memotong kuku, sehingga lebih utama baginya meminta orang lain melakukannya agar tidak melukai dan menyakiti tangannya. (Tharhut Tatsrïb fï Syarhit Taqrïb 1/243).
Wallahu a'lam..

Wahai SUAMI Sayangi Istrimu, jangan sampai kau bentak Istrimu apalagi sampai main tangan!!!



*Ketika Aisyah Tak Diberi Segelas Air Putih Oleh Rasulullah*

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang suami yang sangat meninggikan kedudukan para istrinya dan amat menghormati mereka.

Namun, ketika berselisih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melibatkan emosi. Ketika sedang marah kepada Aisyah, Beliau berkata, “Tutuplah matamu!”

Kemudian Aisyah menutup matanya dengan perasaan cemas, khawatir dimarahi Rasulullah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Mendekatlah!” Tatkala Aisyah mendekat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memeluk Aisyah sambil berkata, “Humairahku, telah pergi marahku setelah memelukmu.”

Tidak pernah ada kalimat kasar dan menyakitkan dalam rumah tangga Rasulullah. Bahkan, beliau biasa memijit hidung Aisyah jika dia marah, sambil berkata,

“Wahai Aisyah, bacalah do’a, ‘Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan’,” (HR Ibnu Sunni).

Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari perjalanan jihad fisabilillah diiringi para sahabat. Sementara itu di pintu gerbang kota Madinah, Aisyah r.a menunggu dengan rasa rindu.

Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di tengah kota Madinah. Aisyah r.a bahagia menyambut suami tercinta. Tiba di rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beristirahat melepas lelah.

Aisyah di belakang rumah sibuk membuat minuman untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu minuman itupun disuguhkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Beliau meminumnya perlahan hingga hampir menghabiskan minuman tersebut tiba tiba Aisyah berkata: “Yaa Rasulullah biasanya engkau memberikan sebagian minuman kepadaku tapi kenapa pada hari ini tidak kau berikan gelas itu?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diam dan hendak melanjutkan meminum habis air digelas itu. Dan Aisyah bertanya lagi, “Yaa Rasulullah biasanya engkau memberikan sebagian minuman kepadaku tapi kenapa pada hari ini tidak kau berikan gelas itu?”

Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan sebagian air yang tersisa di gelas itu, Aisyah r.a meminum air itu dan ia langsung kaget terus memuntahkan air itu.

Ternyata air itu terasa asin bukan manis. Mungkin saking tergesa gesanya Aisyah baru tersadar bahwa minuman yang ia buat salah masukin campuran, yang harusnya sari gula malah masukin sari garam. Kemudian Aisyah r.a langsung meminta maaf kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Lelaki yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya,” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban).

Dari Abu Hurairah Ra bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda: “Saling Berpesanlah kalian untuk memperlakukan Wanita dengan Baik,

Karena sesungguhnya Wanita itu Diciptakan dari Tulang Rusuk, Dan Sesungguhnya yang paling bengkok dari tulang rusuk itu adalah bagian Atasnya,

Jika engkau bersikeras untuk meluruskannya, Niscaya engkau akan mematahkannya. Dan jika engkau biarkan, ia akan tetap bengkok, Karenanya saling Berpesanlah (saling menasihati) Berkenan dengan Wanita,” (HR. Bukhari dan Muslim)

WE MUST HAVE POSITIVE MENTAL ATTITUDE NEVER JUDGE OTHER PEOPLE'S BEHAVIOR FOR NEGATIVE REASON.....

Sabtu, 20 Juli 2019

Suami : Antara Orang Tua dan Istri




Suami : Antara Orang Tua dan Istri



Sepasang suami-istri hendaknya berupaya untuk tetap menyambung hubungan dengan orang tua, saudara-saudara, dan sanak famili mereka yang lain. Mereka pun harus berupaya menyambung hubungan dengan orang tua, saudara-saudara, dan sanak famili pasangan mereka; suami dengan kerabat istrinya, dan istri dengan kerabat suaminya.


Bagaimana bentuk menyambung silaturahim? Ini kembali kepada ‘urf (kebiasaan) yang diikuti oleh masyarakat muslim yang terjaga (‘urf islami), karena memang macam silaturahim, jenis dan kadarnya tidak diterangkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengaitkannya dengan sesuatu yang tertentu, misalnya dengan menetapkan silaturahim itu adalah karib kerabat harus makan bersama, minum bersama, atau tinggal bersama. Bahkan, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan secara mutlak (bebas). Oleh karena itulah, masalah ini kembali kepada ‘urf. Apa yang berlangsung dalam ‘urf sebagai menyambung hubungan, berarti itu adalah menyambung silaturahmi. Apa yang dikenali manusia sebagai qathi’ah/memutus hubungan, itu adalah pemutusan hubungan. Demikian asalnya, menurut Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, dengan ketentuan ‘urf tersebut belum rusak karena ‘urf yang rusak tidak bisa menjadi patokan. (Syarhu Riyadhis Shalihin, 2/131-132)


 Sumber : Wordpress.com


"Tentang problem antara orangtua dengan istri, ini yang prioritas harus diselesaikan; baru kemudian dengan keluarga besar lainnya. Jadikan problem ini sebagai pembelajaran hidup. Anda dapat memandangnya dari perspektif yang positif. Apresiasilah niat baik dan harapan keluarga Anda dalam hal ini. Berhusnudhonlah atau berprasangka baik terhadap apa yang diharapkan mereka. Anggaplah ini sebagai hal positif bahwa orangtua ternyata masih begitu peduli, hal ini adalah niat baik yang besar dan dalam lubuk hati mereka, Pak. Keinginan mereka sebenarnya dilandasi oleh rasa kasih sayang pada istri dan keluarga Anda, namun komunikasi yang tidak lancar menjadi penghambat. Di sisi lain beri perhatian pada kebutuhan istri, dengarlah, dan janganlah karena menuruti keinginan keluarga besar malahan mengorbankan keluarga sendiri, ya Pak. Bersikaplah sebagai pihak yang dapat menengahi antara istri dan keluarga besar. Jadilah suami yang adil dan proporsional dalam bersikap.

Tentu saja sebagai sebuah keluarga Anda berkewajiban utama membangun keluarga yang penuh cinta kasih pada istri dan anak-anak, prioritaskan pada ikhtiar ini, Pak. Kalau untuk mencapai keluarga yang sakinah mawaddah warohmah ini ada hambatan yang muncul, maka evaluasilah dan selalu introspeksi. Bisa jadi hambatan muncul karena ada kesalahan pada orangtua atau mungkin istri Anda. Terkait istri, sebagai imam keluarga maka Anda punya kewajiban untuk mendidik istri dan membimbing pada pemahaman yang benar. Bimbinglah agar istri mengetahui kewajibannya setelah menikah, kewajiban pada Anda maupun keluarga besar. Namun di sisi lain Andapun harus memberi contoh yang baik bahwa Anda juga memperhatikan kepentingan istri dan memperhatikan keluarga istri. Bukankah pelajaran yang terbaik adalah melalui keteladanan? Kuatkan mental istri agar bersabar menerima permasalahan ini dan sertai pula dengan doa agar istri dibukakan hatinya untuk dekat pada keluarga besar Anda. Ajaklah istri pada forum pengajian, atau konsultasi dengan ustadz setempat agar istri Anda menjadi wanita shalihat dan dapat menerima keluarga suami serta siap hidup mendampingi suaminya dalam suka maupun duka.

Bisa jadi pemicunya juga berasal dari pihak keluarga besar Anda yang kurang mengerti kondisi istri; Anda dapat memberi mereka pengertian alasan-alasan yang secara teknis mempersulit kwantitas kunjungan Anda. Namun saat ini sarana telpon, sms, chatting, saya kira bisa menjadi penjembatan hubungan dengan keluarga besar agar tidak terputus. Sesekali sisihkan hadiah-hadiah kecil dengan dikirim melalui pos jika Anda kesulitan mengantarnya. Katakan bahwa hadiah ini dari istri Anda, karena berbohong untuk mendamaikan termasuk yang diperbolehkan. Insya Allah dengan penjelasan yang lembut namun tetap lugas, jujur dan penuh hormat maka orangtua dan keluarga besar Anda mau mengerti.






Tetap gantungkan harapan pada Allah swt karena Dialah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Tingkatkan ibadah pada-Nya, latihlah shadaqah meskipun tak seberapa, semoga menjadi sarana datangnya solusi pada keluarga Anda. Tetap istiqomah ya, Pak…! Jangan berpikir kalau ada masalah, maka perceraian selalu menjadi solusi terbaik. Yakinlah: ”inna ma’al ’ushri yusro”, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan..! amin."

Dikutip Dari Q&A ERAMUSLIM.com
Image sumber : pinterest.compinterest.com




Kamis, 18 Juli 2019

BERKAH TERINDAH DALAM SETIAP MASALAH

BERKAH TERINDAH DALAM SETIAP MASALAH

 


Kebahagiaan, kesuksessan, dicintai oleh orang terkasih, mungkin saja menjadi bagian terindah yang dirasakan oleh sebagian orang. Kesempurnaan atas semua itu menjadi sesuatu yang diinginkan. Sebaliknya, sebisa mungkin, kita selalu berharap agar kita bisa terhindar dari peristiwa buruk, kekecewaan, kesedihan atau hal-hal lain yang membuat hati tidak nyaman.
Saya tau, siapa sih yang tidak ingin berbahagia. Jujur, jika saat ini saya boleh meminta pun, saya ingin Allah Swt memberikan kebahagiaan kepada saya tanpa syarat, tanpa perlu lagi merasakan sakit hati, ketidaknyaman atau kegalauan. Tapi ternyata, definisi berkah terindah yang Allah berikan untuk saya jauh dari yang saya harapkan, namun bisa jadi, mungkin itu yang terbaik yang Allah berikan.
Manusia dengan berbagai permasalahan hidupnya, akan selalu menjadikannya pengalaman sebaik-sebaiknya, jika ia sendiri mampu mengambil makna dari apa yang dialaminya. Yeaah, begitupun saya.  Saat sebelum saya paham dengan semua skenarionya, saya kerap kali mencaci bahkan marah padaNya. Saya merasa, apa yang ditimpakan kepada saya sungguhlah tidak adil. Tapi rangkaian proses tersebut memang wajar adanya. Kita kerap kali marah atau kesal saat masalah menimpa diri kita. Karena itu, penting juga buat kita berusaha menerima lalu melepaskannya dengan cara sebaik-baiknya.
Semua hal yang menurut kita adalah sulit saat ini, kelak suatu saat kita hanya akan tersenyum mengenangnya. Kita sadar betul bahwa diri mampu melewati berbagai ketetapanNya. dan tidak jarang, ketika kita mulai melepaskan masalah yang membuat hati tidak nyaman sedikit demi sedikit, di situlah kadang berkah terindahnya datang. Apalagi dengan dukungan dari berbagai pihak, atau keluarga sendiri.
Saya sendiri termasuk yang merasakan hal itu. Ketika saya mengalami masalah terberat dalam hidup saya, saya sangat merasakan bahwa ternyata rencana Allah jauh lebih baik dari saya. Saat saya merasa terpuruk, Allah hadirkan orang-orang, teman, atau sahabat yang selau menguatkan. Allah berikan kekuatan yang sama sekali tidak pernah saya duga datangnya dari mana. Padahal, kalau saya harus berpikir ulang, bagaimana bisa saya melewati semua ujiannya? bahkan, saking terpuruknya, saya hanya merasa sayalah orang yang paling menderita di dunia ini. Nyatanya… ketika saat saya mulai menerima dan melepaskannya, di situlah berbagai berkah saya terima.
Sedikit demi sedikit Allah berikan sinar terang, sedikit demi sedikit Allah berikan titik terang dan jalan keluar dalam setiap masalah saya. Kuncinya apa? Ikhlas pada saat terpuruk, dan menerima bahwa rangkaian masalah yang kita terima itu adalah, berkah yang tertunda. Ya… masalah bukanlah masa akhir dalam kehidupan kita. Masalah akan menjadi berkah terindah jika kita mampu melihatnya dengan hati. dan hingga saatnya tiba, kita akan tersenyum dalam memaknainya. Sungguh, cara Allah membuat kita berpikir itu, indah banget. Kita hanya perlu meyakininya, dan terus berprasangka baik padaNya. Jika sudah mampu melakukan itu, saya pastikan, setiap masalah yang datang kepada kita, kita hanya akan melihatnya sebagai berkah yang Allah tetapkan, bukan lagi sebagai masalah yang memberatkan hidup kita. terima, lalu epaskan, dan rasakan nikmat berkahnya.
Terima kasih untuk kedua anakku, oarngtua yang selalu ada untuk saya, kakak saya dan juga semua sahabat dan teman-teman yang pernah menguatkan dan membantu saya saat saya terpuruk. Sungguh, hadirnya kalian adalah berkah terindah untuk saya. Semoga Allah senantiasa memberikan kebaikan-kebaikan dan berkah melimpah untuk kalian. Aamiin

Sumber : MIRA SAHID
Image : image04